Juruketik.com – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya menekan laju deforestasi hutan dengan berbagai cara.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan DR. Hanif Faisol Nurofik, S.Hut., M.P., menegaskan, selama ini KLHK bersama berbagai pihak terus berupaya melakukan pemantauan hutan untuk menekan laju deforestasi setiap tahunnya.
“Berbagai upaya serius telah dilakukan oleh seluruh jajaran Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di mana pun berada, dari tingkat tapak sampai Manggala Wanabakti (pemerintah pusat). Di sini kami KLHK bertugas memberi arahan bagaimana pengelolaan hutan bisa diimplementasikan di tingkat tapak,” ujar Direktur Jenderal PKTL Hanif Faisol Nurofiq, kemarin.
Mantan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan ini juga mengungkapkan selama hampir 10 tahun, KLHK telah melakukan berbagai macam corrective action melalui kebijakan pengelolaan hutan. Dalam hal ini, pemerintah pusat memberikan regulasi yang menjadi dasar implementasi di tingkat tapak.
“Beberapa regulasi penting, salah satunya adalah Ibu Menteri (LHK) melalui Keputusan Presiden telah memberikan penegasan tidak ada lagi kegiatan apapun, termasuk pemanfaatan maupun penggunaan hutan di dalam hutan primer,” tegas Dirjen PKTL ini.
“Berdasarkan peta indikatif, 6,6 juta hektare (lahan hutan primer) tidak bisa diganggu. Sehingga semua kegiatan lapangan yang berada di posisi itu wajib dikonfirmasi kepada pihak terkait kehutanan. Ini kemudian mengerem laju deforestasi dengan cukup signifikan,” ungkapnya.
Selanjutnya dalam pengusahaan lahan, KLHK menerapkan multiusaha kehutanan, yakni kegiatan usaha selain pemanfaatan hasil hutan kayu.
“Dulu kita masih timber manajemen oriented sekarang sudah multi usaha yang dilakukan di tapak hutan kita sehingga kegiatan pembangunan kehutanan tidak terkendala lagi. Kalau dulu orientasi hanya kayu sehingga harus tebang kayu sekarang semua perizinan di bidang kehutanan diberikan akses lolosnya berdasarkan tapaknya untuk mengelola multiusaha kehutanan,” ucapnya.
“Sebelumnya juga sudah ada larangan ekspor log yang juga mampu menekan laju deforestasi,” imbuhnya.
Hanif menilai seluruh regulasi-regulasi tersebut terus dikoreksi dan diperkuat oleh Menteri LHK dan jajarannya, untuk kemudian dikomunikasikan dengan pemerintah daerah agar mampu mengerem laju deforestasi. Hal ini terlihat dari penurunan angka deforestasi setiap tahunnya.
Di tahun 2014-2015 deforestasi di Indonesia relatif tinggi, bahkan pada periode tertentu mencapai 2-3 juta hektare. Kemudian mulai menurun sejak tahun 2015, 2017, dan 2018, di mana angkanya sudah mendekati 400.000 hektare.
“Kemudian kebijakan ini menunjukkan efektivitasnya terlihat mulai tahun 2020 pada saat bersamaan kita sedang secara nasional dan global mengalami pergulatan dengan COVID-19. Pada saat itu angka deforestasi turun tajam,” ungkap Hanif.
Menurutnya Upaya ini tentu mencerminkan bahwa kerja sama yang serius antara arahan yang diberikan pemerintah pusat kepada seluruh jajaran di bidang kehutanan sehingga angka dari 400.000 hektare turun drastis dalam satu tahun di angka sekitar 120.000 ribu.
Lebih lanjut, Dirjen Planologi ini menekankan dalam target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), kemampuan Indonesia dalam menekan deforestasi diperhitungkan mencapai angka 400.000-300.000 di tahun 2024. Namun, berkat langkah-langkah strategis, penekanan laju deforestasi mencapai lebih dari target.
“Menteri LHK dengan jajarannya mampu mengurangi sampai 120.000 hektare di tahun 2020, kemudian dilakukan evaluasi sehingga pada tahun 2021 mencapai 110.000 hektare, dan tahun 2022, 104.000 hektare per tahun di seluruh Indonesia. Kemudian terakhir kemarin angka deforestasi sekitar 145.000 hektare di 2023,” paparnya.
“Artinya apa, upaya corrective action yang dilakukan perlahan namun pasti membuktikan bahwa Indonesia mampu menurunkan laju deforestasi yang signifikan,” pungkasnya.