Juruketik.com – Kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan di Kota Bogor. Sebanyak 4 pelajar SMA swasta diduga jadi korban perundungan oleh kakak kelasnya.
Mirisnya, kasus perundungan ini belum menemui titik terang, sehingga membuat khawatir pihak orangtua korban akan nasib psikis anak-anaknya.
Padahal, kasus perundungan ini sendiri sudah dilaporkan pihak orangtua korban melalui kuasa hukumnya ke kepolisian, dengan surat laporan bernomor: LP/B/618/IX/2023/SPKT/POLRESTA BOGOR KOTA/POLDA JAWA BARAT tertanggal 13 September 2023 lalu.
Kuasa hukum korban, Abdul Razak menceritakan awal mula kejadian kasus perundungan yang dilakukan kakak kelas terhadap keempat korban yang berjenis kelami laki-laki itu terjadi.
Di mana, kejadian yang dialami para korban yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA itu terjadi, usai mereka mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di sekolahnya pada Senin, 17 Juli 2023 lalu.
“Jadi setelah selesai MPLS ini, para korban diajak sama senior-seniornya di Kelas 2, bilangnya ‘yuk kita main’,” kata Abdul Razak.
“Korban ini masih memakai atribut sekolah, dan mereka dibonceng sama 3 orang dan ada satu orang yang ngawal,” sambung dia.
Kemudian, para korban ini dibawa kakak kelasnya ke Lapangan Belivet, Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor sekitar pukul 15:00 WIB.
Di mana, di lokasi tersebut ternyata sudah ada puluhan pelajar lain yang diketahui merupakan kakak kelasnya dari Kelas 2 dan 3.
“Disitu, para korban ini mendapat intimidasi dari kakak kelasnya, ada bentuk ancaman dan bentak-bentak,” ucap dia.
“Dikerjain juga, dipakein payung seperti MPLS, disuruh hisap rokok hingga vape,” lanjut Abdul Razak.
Usut punya usut, dilanjutkan dia, hal ini dilakukan para kakak kelasnya kepada korban sebagai ospek diluar sekolah. Di mana, ospek ini bertujuan untuk memaksa mereka masuk menjadi anggota geng.
“Alasannya ada ospek di luar sekolah untuk masuk geng. Nama geng-nya sangat tabu disebutkan anak-anak murid, namanya Geng Babe,” ungkap Abdul Razak.
“Geng ini sudah ada sejak 10 angkatan yang lalu. Tujuan mereka mengklaim untuk melindungi sekolah. Dan selama itu mereka melakukan hal yang sama, tiap angkatan harus ada yang direkrut,” lanjut dia.
Dijelaskan di, awalnya para korban ini tidak mau bercerita ke orang tuanya masing-masing atas perbuatan intimidasi yang dilakukan kakak kelasnya. Musababnya, kakak kelas mereka ini mengancam para korban untuk tidak melaporkan kejadian ini ke siapa-siapa.
Dan, apabila para korban enggan masuk ke geng tersebut, mereka dipaksa merekrut sebanyak 10 pelajar lain di angkatannya untuk masuk ke geng tersebut sebagai gantinya.
“Diancam gak boleh ngasih tau orang tua, kalau ngasih tau ‘lu yang gua cari’. ‘Lu harus masuk grup gua, lu ga ikut harus ganti 10 orang’. Kelas 12 eksekutor, kalau kelas 11 mencari anggota baru,” jelas Abdul Razak.
Berjalannya waktu, para orang tua korban ini merasa curiga dengan perilaku anak-anaknya. Salah satunya, mereka curiga para korban pulang sekolah selalu telat.
Belum lagi, selentingan para orang tua korban juga mendengar ada tradisi perekrutan untuk masuk geng tersebut setiap tahunnya. Mengingat, para korban merupakan lulusan di sekolah yang sama sejak SD dan SMP di sekolah SMA tersebut.
Sampai akhirnya, para orang tua korban mengetahui peristiwa yang dialami anak-anaknya, dan langsung melaporkan kejadian tersebut ke guru BK pada Jumat, 21 Juli 2023.
“Disitu orang tua korban diterima sama guru BK, dan dijelaskan akan ditindaklanjuti temuan tersebut, itu secara omongannya,” kata dia.
Keesokannya, bukannya masalah ini selesai, para korban kembali mendapatkan intimidasi dari kakak kelasnya.
“Besoknya ternyata masih ada intimidasi, terus kita lapor ke sekolah, mereka bilang sudah memproses, terus orang tua korban minta bukti dan katanya sudah ada surat pernyataan, bahwa anak-anak ini (kakak kelasnya) harus diantar jemput orang tuanya,” beber dia.
“Tapi, orang tua korban melihat anak-anak ini tidak lebih dari dua minggu (diantar jemput orang tuanya), padahal di suratnya sampai selesai Kelas 12,” lanjut Abdul Razak.
Atas hal itu, pihak orang tua korban berupaya untuk berkomunikasi dengan orang tua terduga para pelaku. Namun, bukannya mendapatkan respon positif, mereka malah mendapatkan hal sebaliknya.
“Orang tua korban ini menelepon orang tua pelaku untuk minta ketemu, biar diselesaikan antar orang tua niatnya, ternyata dia (orang tua terduga pelaku) malah marah-marah,” ucap dia.
Karena selang berjalan waktu sekitar satu setengah bulan kejadian ini tidak ada tindaklanjut, dan para korban pun merasa ketakutan di sekolah hingga tidak berani keluar kelas saat jam istirahat.
Para orang tua korban ini melaporkan kejadian ini ke kuasa hukum, hingga berujung membuat laporan polisi pada 13 September 2023.
“Satu bulan setengah orang tua korban meminta dimediasi dengan orang tua (terduga) pelaku, minta permintaan maaf biar suasananya cair, dan anak jadi tidak takut terus sama kakak kelasnya saat bertemu, tapi tidak ada respon,” ungkap dia.
“Hingga akhirnya diputuskan untuk membuat laporan perundungan ini ke pihak kepolisian,” sambung kuasa hukum.
Setelah laporan polisi dibuat, para korban termasuk terduga pelaku hingga pihak sekolah ini sudah dimintai keterangan. Namun, yang disesalkan, hingga saat ini kasus tersebut masih menggantung.
“Sudah diproses di tingkat penyelidikan, sudah jalan, anak-anak (korban) sudah diperiksa didampingi orang tuanya, semua sudah dipanggil termasuk kakak kelasnya dan pihak sekolah,” kata dia.
“Cuma yang kita kecewa, (penanganan) ini terlalu lama. Kita mempertanyakan kenapa lama,” lanjut dia.
Atas hal ini, pihaknya meminta agar persoalan ini cepat diselesaikan. Mengingat, para korban sudah terkena psikis dan mentalnya atas kejadian perundungan tersebut.
“Kita tidak ada tujuan anak (terduga pelaku) diberhentikan. Kita hanya minta ada surat pernyataan dari kakak kelasnya agar tidak akan menganggu mereka (korban),” harap dia.
“Soalnya para korban ini psikisnya sudah kena, mereka jalan sendiri dengan kondisi kena mental. Orang tua korban hanya bisa mendukung dan bilang jangan takut,” lanjut dia.
Sebab, ditambahkan dia, tanpa adanya dukungan orang tua yang diberikan secara terus menerus ke korban, mereka khawatir anak-anaknya ini akan terganggu dalam menjalani proses belajar di sekolahan.
“Yang namanya pendidikan kan untuk menciptakan generasi ke depan jadi lebih baik, dan disaat kita tahu sekolah ini punya nama baik, pihak sekolah terutama kepala sekolah jangan tutup mata dong, karena tujuan awal dengan laporan polisi ini agar mereka ada dong langkah-langkahnya,” beber dia.
“Intinya jangan biarkan hal ini jadi turun menurun. Tidak ada geng lagi dan jangan sampai ada yang menjadi pelaku berikutnya,” tandas dia.