Juruketik.com – Kawasan puncak yang memiliki fungsi sebagai kawasan resapan air dan ruang terbuka hijau kini telah dipenuhi oleh berbagai bangunan, vila, resort bahkan unit usaha lainya.
Namun ditengah kepungan vila dan resort itu masih tersisa rimba yang hijau dan rimbun di kawasan Jalan Cipendawa Blok S, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Rimba yang diberinama Hutan Organik Megamendung itu dirintis oleh pasangan suami istri almarhum Bambang Istiawan dan Rosita.
Ketua Yayasan Hutan Organik Megamendung, Rosita (60) menuturkan, saat itu almarhum suaminya berkeinginan tinggal di pinggiran hutan yang memiliki hawa yang sejuk dengan ditumbuhi berbagai pepohonan besar untuk menghabiskan masa pensiunnya
Namun ia yang sempat mencari tempat ke berbagai wilayah di Indonesia termasuk di Kalimantan tidak menemukan tempat yang bisa ditinggali lantaran alih fungsi hutan yang sudah menjadi perkebunan bahkan pertambangan.
Kemudian sang suami pun mengutarakan keinginannya untuk membuat hutan kepada sang istri.
“Suami saya bilang gini, Sayang aku ingin rumah pinggir hutan. Hutannya tidak ada. Sanggup nggak kamu bikin hutan,” ucap Rosita menirukan ucapan keinginan sang suami.
Mendengar permintaan sang suami, Rosita beserta anak dan cucu serta keluarga berkomitmen untuk membuat hutan.
Ketika itu ia pun memilih menjual aset-asetnya yang berada di kawasan Pondok Indah dan pindah ke wilayah Bogor.
Awalnya ia dan suami bersama anaknya menyewa rumah kontrakan dan vila di kawasan puncak untuk bermasyarakat dengan warga sambil mencari lokasi yang bisa untuk ditumbuhi pepohonan atau penghijauan.
Disaat bersamaan ia pun melihat ada sebuah lahan milik masyarakat sekitar yang sudah tidak terawat karena gersang, dan gundul serta rawan longsor.
Ketika itu ia pun mulai membeli lahan tersebut dan mulai penanaman sekitar tahun 2000 hingga 2001.
Dari lahan yang dibeli awalnya seluas sekitar 2 hektare kini sudah meluas menjadi sekitar 30 hektare.
“Jadi kita tidak membelinya sekaligus. Karena, belinya mencicil karena uangnya terbatas. Jadi itu hasil perminyakan karena bapakkan orang ISO dan Perminyakan, dan aset di Pondok Indah pun kita jual jadi kita beli ini (tanah di Megamendung),” katanya.
Dari luasan 30 hektare itu Rosita hanya menggunakan sekitar 5000 sampai 8000 meter untuk tempat tinggal, zona utility dan kawasan perternakan dan pertanian terintegrasi.
“Biar tidak mengganggu jalur resapan air, rumah yang kita bangun atau utulitas yang dibangun disini juga berbentuk rumah panggung, karena memang dasarnya pembuatan hutan organik ini adalah semangat konservasi,” ujarnya.
Hasil penghijauan yang dilakukan Rosita dan almarhum suaminya itu pun berbuah manis.
Dalam kurun waktu 21 tahun kerusakan lahan karena gersang dan gundul itu pun kini ditumbuhi pepohonan yang tinggi dan rimbun layaknya rimba belantara.
Dari total 40 ribu pohon, ada 140 jenis flora dan 142 fauna yang ada di dalam hutan organik.
Klasifikasi jenis flora dan fauna tersebut didapat dari hasil riset ataupun penelitian lembaga swadaya masyarakat (LSM) keaneka ragaman hayati dan para peneliti dari mahasiswa IPB University.
Dilihat dari data di IPB scientifik repository ada berbagai hasil penelitian di Hutan Organik Megamendung.
Diantaranya adalah penelitian tentang kesuburan lahan, jenis flora, fauna dan dugaan cadangan kardon dan serapan karbon dioksida CO2.
Dari data di IPB scientifik repository yang ditulis oleh Rijal, khairul dan dipublis oleh IPB University pada 14 Maret 2022 disebutkan bahwa Pemanasan global disebabkan oleh banyaknya emisi gas rumah kaca yang dilepaskkan ke atmosfer, termasuk karbon dioksida (CO2).
Penelitian yang dipublis pada Maret 2022 tersebut bertujuan menduga cadangan karbon dan potensi serapan CO2 pada Kawasan Hutan Rakyat “Organik” Megamendung.
Penelitian tersebut menggunakan metode stratified systematic sampling with random start dengan intensitas sampling 10 persen dan 35 plot contoh pengukuran tinggi serta diameter berukuran 0,04 ha. Cadangan karbon dan dan serapan CO2 ditentukan berdasarkan konversi 47 persen biomassa yang diperkirakan menggunakan persamaan alometrik.
Dalam penelitian tersebut diketahui hasil penelitian yang menunjukkan Kawasan Hutan Rakyat “Organik” Megamendung seluas 13,76 ha mampu menyimpan rata- rata cadangan karbon sebesar 24,14-43,18 ton/ha atau total cadangan karbon sebesar 469,25-481,88 ton (pada selang kepercayaan [SK] 95 persen).
Kawasan Hutan Rakyat “Organik” Megamendung pada tahun 2021 ini telah menyerap total CO2 dari atmosfer sebesar 1722,16-1768,51ton (pada SK 95 persen) dengan kesalahan pendugaan sebesar 24,59 persen.
Selain melakukan reboisasi, manfaat dari apa yang dilakukan oleh Bambang Rosita pun membuahkan hasil untuk mencegah terjadinya erosi.
Karena pepohonan yang ditanam ini memiliki akar yang kuat sehingga memiliki kemampuan mencengrakm tanah.
Diantaranya yakni pohon Agathis, Damar, Meranti, Afrika, Rasa mala dan sengon.
Selain itu juga ada beberapa tanaman buah buahan dan sayur yang ditanam dengan sistem tumpang sari.
Setelah pohon-pohon itu tumbuh besar, dikawasan hutan organik pun ditemukan sumber mata air.
“Jadi dari hasil penelitian anak anak dari IPB itu mata air disini bukan berasal dari urat mata air, melainkan murni karena adanya pohon. Jadi ketika pohon tumbuh muncul sumber air,” katanya.
Sebelum ditemukan sumber air kata Rosita Ia biasanya membawa air dari bawah dengan menngunakan drum atau jerigen dengan mobil offroad untuk menyiram tanaman.
Namun sejak ditemukan sumber air kini Ia pun tak lagi kesulitan untuk merawat pertanian yang berada di kawasan hutan organik.
Discussion about this post