Juruketik – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bogor secara perdana melakukan kick off percepatan penurunan menuju zero new stunting di Jawa Barat pada tahun 2023.
IDI Jawa Barat didukung Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Jawa Barat menggelar Pelatihan tata laksana cegah stunting dokter umum pada faskes tingkat pertama koordinator wilayah IV IDI Provinsi Jawa Barat di IPB International Convention Center (IICC), Mal Botani Square, Kota Bogor, Kamis (30/6).
Berdasarkan data Bulan Penimbangan Balita (BPB) Kota Bogor pada februari 2022 tercatat sebanyak 2.723 anak balita yang mengalami stunting, atau setara 3,74 persen.
“Sebenarnya kita ditunjuk IDI Jabar, untuk melakukan kegiatan pencegahan stunting di regional 4 Jabar,” Ilham Chaidir, Kamis (30/6).
Dalam kesempatan ini, kata Ilham Chaidir mengatakan, IDI berkontribusi ralam pencegahan stunting. IDI Kota Bogor di tunjuk IDI Jabar untuk melaksanakan pelatihan cegah stunting di Korwil IV Jabar yang meliputi enam kota/kabupaten di Jabar, diantaranya Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kabupaten Cianjur.
“Pesertanya ada 150 dokter anggota IDI yang bertugas di klinik, puskesmas atau rumah sakit,” ujarnya.
Ia menuturkan, pelatihan ini bentuk serta IDI mendukung pencegahan stunting dan mencapai Jabar Zero Stunting yang menjadi program penting Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dokter umum di klinik dan puskesmas menjadi garda terdepan untuk menyebarkan informasi pencegahan stunting di masyarakat, mengingat stunting kerap tidak terdeteksi.
“Karena masalah stunting merupakan program yang sangat penting bagi Pemprov Jabar, dalam hal ini Jabar for zero stunting. Disini banyak hal berkaitan dengan banyaknya kasus yang tidak terdeteksi,” ucap Ilham Chaidir.
Sehingga diperlukan penanganan secara bersama-sama secara signifikan, dan bagaimana IDI berperan aktif dalam informasi kepada masyarakat dalam pencegahan stunting.
“FKTP akses pelayanan tingkat pertama atau awal yang menjadi garda terdepan dokter baik yang bertugas di puskesmas, atau klinik,” imbuhnya.
Ada beberapa upaya dasar yang dapat dilakukan dalam pencegahan stunting, perrama pengukuran hingga penyuluhan kepada ibu pada hari pertama melahirkan.
“Bagaimana upaya pencegahan sedini mungkin agar tak ada lagi yang melahirkan generasi yang kekurangan gizi,” ucapnya.
Oleh karena itu, menjadi point penting bagi seluruh masyarakat, dan harus disadari tidak bisa hanya melibatkan tenaga kesehatan saja dalam mencegah stunting di Kota Bogor.
“IDI sebagai organisasi profesi menggaet pihak-pihak lain, salah satunya Bank Jabar yang sangat perhatian terhadap pencegahan stunting,” katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, kick off tersebut menjadi awal gerakan pencegahan stunting di Kota Bogor dengan target zero kasus.
Menurutnya, saat ini angka prevalensi stunting Kota Bogor sendiri sebenarnya berada di bawah 10 persen. Namun demikian, Pemkot Bogor harus menyeleraskan target penurunan angka kasus stunting Pemprov Jabar, maupun secara nasional.
“Mudah-mudahan dengan langkah sosialisasi, pencegahan pernikahan di bawah usia, kemudian dengan meningkatkan kesehatan bagi calon pengantin, ibu dan anak serta meningkatkan fasilitas faskes Puskesmas dan Pustu, dapat menurunkan tingkat stunting di Kota Bogor,” ucapnya.
Ditempat yang sama, Wakil Ketua DPRD Jabar Achmad Ru’yat menjelaskan, dalam upaya pencegahan stunting, Pemorov Jabar memiliki program zero stunting pada tahun 2023 dengan prevalansi 19,4 persen, sedangkan pada tahun 2021 kondisi stunting masih menyentuh 24, 5 persen.
“Sebuah tantangan setiap tahun harus menurunkan 3,5 persen prevalansinya. Selama ini penurunan dari 2109 hingga 2021 hanya bisa satu persen,” tukasnya.
Berdasarkan data studi status gizi Indonesia (SSGI) 2021 daerah perkotaan di Jawa Barat, ada 9 daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen, dirangking berdasar angka prevalensi tertinggi hingga terendah meliputi Kota Cimahi, Kota Sukabumi, Kuningan, Subang.
Kota Bogor, Ciamis, Indramayu, Kota Bekasi serta Kota Depok. Kota Cimahi yang berprevalensi 19,9 persen dan Kota Sukabumi yang berprevalensi 19,1 persen.