Juruketik.com – Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, Kompol Luthfi Olot Gigantara angkat suara terkait kasus dugaan perundungan terhadap 4 pelajar SMA yang dilakukan kakak kelasnya di Kota Bogor, yang belum tuntas hingga sampai saat ini.
Adapun, kasus perundungan ini sudah dilaporkan pihak orangtua korban melalui kuasa hukumnya ke kepolisian sejak 13 September 2023 lalu.
“Selama penyelidikan ada beberapa kendala, yaitu pada saat korban dan terduga pelaku ini melakukan ujian akhir semester, disitulah ada permintaan dari pihak sekolah untuk menunda terlebih dahulu,” kata Kompol Luthfi Olot Gigantara.
“Kami berikan ruang dan waktu kepada korban dan terlapor untuk menuntaskan ujiannya,” sambung dia.
Meski begitu, Kasat Reskrim meyakini jika dalam penanganan kasus ini pihaknya sudah melakukan pemeriksaan, atau sudah ada langkah-langkah penyelidikan yang dilakukan.
“Sudah lebih dari 10 saksi yang dilakukan pemeriksaan mulai dari korban, temen korban, pihak sekolah dan guru serta masyarakat,” ucap Kompol Luthfi Olot Gigantara.
“Kemudian tanggal 13 Maret 2024 kami memperoleh surat permohonan mediasi dari salah satu orang tua pelapor, dan kedua belah pihak hadir untuk kami berikan ruang pertemuan untuk perdamaian,” lanjut dia.
Ditanya apakah dari hasil pemeriksaan ada indikasi perundungan dan perekrutan masuk geng yang dilakukan, Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota mengaku masih menelusurinya.
“Masih ditelusuri, apakah memang ada afiliasi dengan kelompok genk tertentu atau memang perpeloncoan, kami ada rencana pemeriksaan psikologis kepada korban,” ungkap Kompol Luthfi Olot Gigantara.
“Dan hasil pemeriksaan sementara untuk motif sendiri terduga pelaku memanggil korban, kemudian disuruh jongkok di depan para kakak kelas korban, dan disuruh menghapal satu per satu nama kemudian disuruh mengulangi. Kalau tidak sampai hapal, maka korban tidak boleh pulang,” tandas dia.
Sebelumnya, kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan di Kota Bogor. Sebanyak 4 pelajar SMA swasta diduga jadi korban perundungan oleh kakak kelasnya.
Mirisnya, kasus perundungan ini belum menemui titik terang, sehingga membuat khawatir pihak orangtua korban akan nasib psikis anak-anaknya.
Padahal, kasus perundungan ini sendiri sudah dilaporkan pihak orangtua korban melalui kuasa hukumnya ke kepolisian, dengan surat laporan bernomor: LP/B/618/IX/2023/SPKT/POLRESTA BOGOR KOTA/POLDA JAWA BARAT tertanggal 13 September 2023 lalu.
Kuasa hukum korban, Abdul Razak menceritakan awal mula kejadian kasus perundungan yang dilakukan kakak kelas terhadap keempat korban yang berjenis kelami laki-laki itu terjadi.
Di mana, kejadian yang dialami para korban yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA itu terjadi, usai mereka mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di sekolahnya pada Senin, 17 Juli 2023 lalu.
“Jadi setelah selesai MPLS ini, para korban diajak sama senior-seniornya di Kelas 2, bilangnya ‘yuk kita main’,” kata Abdul Razak.
“Korban ini masih memakai atribut sekolah, dan mereka dibonceng sama 3 orang dan ada satu orang yang ngawal,” sambung dia.
Kemudian, para korban ini dibawa kakak kelasnya ke Lapangan Belivet, Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor sekitar pukul 15:00 WIB.
Di mana, di lokasi tersebut ternyata sudah ada puluhan pelajar lain yang diketahui merupakan kakak kelasnya dari Kelas 2 dan 3.
“Disitu, para korban ini mendapat intimidasi dari kakak kelasnya, ada bentuk ancaman dan bentak-bentak,” ucap dia.
“Dikerjain juga, dipakein payung seperti MPLS, disuruh hisap rokok hingga vape,” lanjut Abdul Razak.
Usut punya usut, dilanjutkan dia, hal ini dilakukan para kakak kelasnya kepada korban sebagai ospek diluar sekolah. Di mana, ospek ini bertujuan untuk memaksa mereka masuk menjadi anggota geng.
“Alasannya ada ospek di luar sekolah untuk masuk geng. Nama geng-nya sangat tabu disebutkan anak-anak murid, namanya Geng Babe,” ungkap Abdul Razak.
“Geng ini sudah ada sejak 10 angkatan yang lalu. Tujuan mereka mengklaim untuk melindungi sekolah. Dan selama itu mereka melakukan hal yang sama, tiap angkatan harus ada yang direkrut,” lanjut dia.
Dijelaskan di, awalnya para korban ini tidak mau bercerita ke orang tuanya masing-masing atas perbuatan intimidasi yang dilakukan kakak kelasnya. Musababnya, kakak kelas mereka ini mengancam para korban untuk tidak melaporkan kejadian ini ke siapa-siapa.
Dan, apabila para korban enggan masuk ke geng tersebut, mereka dipaksa merekrut sebanyak 10 pelajar lain di angkatannya untuk masuk ke geng tersebut sebagai gantinya.
“Diancam gak boleh ngasih tau orang tua, kalau ngasih tau ‘lu yang gua cari’. ‘Lu harus masuk grup gua, lu ga ikut harus ganti 10 orang’. Kelas 12 eksekutor, kalau kelas 11 mencari anggota baru,” jelas Abdul Razak.