Juruketik – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengakui masih belum optimalnya realisasi serapan anggaran APDB pada tahun 2021. Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut setidaknya ada lima dinas yang masuk dalam rapor merah karena rendahnya realisasi belanja pada tahun lalu.
Hal itu diketahui saat Pemkot Bogor bersama DPRD Kota Bogor menggelar rapat paripurna di gedung DPRD, Jalan Pemuda, Kamis (23/6/2022).
Bima Arya menjelaskan, realisasi belanja daerah sebesar Rp 2,6 Triliun atau 92 persen, secara umum naik 3 persen dibandingkan 2020. Sedangkan realisasi penerimaan pembiayaan sebesar Rp 493 miliar dan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 135 miliar, sehingga Silpa 2021 sebesar Rp 365 miliar.
Dari Silpa tersebut, Rp 144 miliar merupakan sisa anggaran yang harus dianggarkan kembali di 2022 pada pos belanja yang sama.
Sedangkan sisanya Rp 220 miliar merupakan Silpa yang terdiri dari Rp 98 miliar pelampauan penerimaan PAD dan Dana Bagi Hasil, Rp 88 miliar belanja yang tidak terserap, terutama karena rendahnya realisasi belanja di BKAD, DP3A, Dinas Sosial, Sekretariat DPRD dan Dinas PUPR.
“Dan Rp 19 Miliar sisa belanja tidak terduga, bantuan sosial, bunga, hibah dan transfer, salah satu penyebabnya karena lemahnya sinkronisasi data calon penerima bantuan sosial, ini yang harus diperbaiki dengan update data serta Rp 15 Miliar efisiensi pengadaan barang dan jasa,” kata Bima Arya.
Ia juga mengklaim telah melampaui target pendapatan asli daerah (PAD) pada tahun 2021 melalui local tax policy yang meliputi tax relief atau relaksasi pajak dan tax incentive berupa pengurangan dan pembebasan denda.
Dalam kesempatan rapat paripurna itu, Wali Kota Bogor, Bima Arya pun memberikan penjelasan terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2021.
Bima Arya menyebut selain meningkatnya PAD, pihaknya juga melakukan ekstensifikasi pajak daerah melalui perluasan jumlah wajib pajak dan intensifikasi pajak daerah melalui peningkatan pengawasan, pemeriksaan dan penagihan pajak.
Termasuk, elektronifikasi transaksi pendapatan daerah, diantaranya, E-SPPT PBB-P2, menghemat biaya cetak, dan memudahkan masyarakat untuk mengecek nilai pajak, penyediaan fasilitas platform pembayaran pajak dimana saja dan kapan saja yang memudahkan warga.
Tentunya, kata dia, hal itu menurutnya lumayan mendongkrak PAD, sehingga realisasi pendapatan daerah Kota Bogor mencapai Rp 2,6 Triliun atau naik Rp 200 miliar dibandingkan 2020.
Angka ini terdiri dari PAD sebesar Rp 1,07 Triliun atau 117 persen, naik Rp 200 Miliar dibandingkan 2020, Dana Transfer sebesar Rp 1,4 triliun, dan lain-lain pendapatan daerah sebesar Rp 106 miliar.
“Dari sisi belanja daerah, Pemkot Bogor fokus pada belanja dukungan Vaksinasi Covid-19 serta pemulihan ekonomi dan jaring pengaman sosial, mulai dari program Penguatan Kesehatan, Program Pemulihan Ekonomi, Program Penguatan Pendidikan, Program Jaring Pengaman Sosial dan Program Prioritas RPJMD,” jelasnya.
Disisi lain, Bima Arya juga bersyukur atas raihan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang keenam dari BPK secara berturut-turut sejak 2016.
Suami Yane Ardian itu menyebut, prestasi ini tentu saja tidak terlepas dari peran serta pimpinan dan anggota DPRD dalam perencanaan dan pengawasan APBD.